Apa yang terbersit dalam benak kalian jika mendengar kata 'jodoh'?
Jodoh sudah ada yang mengatur. Ah ya, jawaban yang klasik, tapi memang
seperti itu kenyataannya. Jodoh memang sudah ada yang mengatur. Tapi apa
salahnya jika kita mempunyai kriteria seperti apa jodoh kita kelak. Asal
itu masih dalam batas kewajaran. Kriteria itu juga bisa kita jadikan
lecutan semangat untuk kita terus memperbaiki diri. Bukankah jodoh itu
sebenarnya cerminan diri kita sendiri? Jadi, jangan harap mendapatkan
seseorang yang taat ibadahnya jika kita saja masih sering ogah-ogahan
dalam beribadah.
Anyway, kebanyakan perempuan terutama yang seorang
muslimah pasti mengharapkan berjodoh dengan seorang laki-laki sholeh
yang pandai agama. Yap, tak dapat kupungkiri, aku juga menginginkan hal
yang sama. Tapi sekali lagi, jodoh adalah cerminan diri kita. Jadi aku
tak akan muluk-muluk menginginkan laki-laki macam itu. Aku sadar diri.
Aku hanya perempuan biasa yang masih sering melalaikan urusan agamanya.
Mungkin bukan ia yang tak pernah ketinggalan sholat
berjamaah di masjid dan selalu menjaga sholat sunnahnya. Tapi ia yang
meskipun sibuk, tak pernah absen untuk menunaikan sholat 5 waktu. Bukan
juga ia yang selalu menjadi imam ketika sholat berjamaah. Cukuplah ia
yang mampu menjadi imamku dan anak-anak kami kelak.
Mungkin juga buka ia yang sudah khatam Alquran
berkali-kali, hafal seluruh ayat Alquran dan mempunyai suara merdu
ketika melantunkan ayat-ayat suci Alquran. Tapi cukup ia yang mampu
membaca Alquran, mengamalkannya dan mengajariku serta anak-anak kami
kelak.
Aku juga tak mendambakan seseorang yang paham betul
urusan agama, dari mulai A hingga Z. Cukup ia yang mampu membimbingku
menuju ridha-Nya dan bersama-sama meraih surga-Nya.
Nah, mungkin itu sebagian dari kriteria yang aku punya
untuk jodohku kelak. Bisa dibilang itu adalah kriteria dari segi
rohaninya. Lalu bagaimana dengan jasmaninya atau fisiknya, apa aku tidak
mempunyai kriteria khusus? Ah, jelas ada.
Tak bisa kupungkiri aku juga menginginkan seseorang
yang tampan, setampan nabi Yusuf AS. Tapi aku sadar diri, aku tak
secantik Zulaikha. Jika memang tak bisa setampan nabi Yusuf AS, cukuplah
ia yang selalu nyaman untuk kupandang tiap harinya. Ia yang selalu
memancarkan cinta dan kasih sayangnya untukku dari sorot matanya yang
teduh menenangkan. Dan juga ia yang wajahnya selalu bersinar karena
terbasuh air wudhu.
Aku juga tak mendambakan seorang anak raja, anak
bangsawan dengan harta berlimpah. Cukuplah ia yang mampu menafkahi kami
dengan rezeki yang halal. Bukan pula ia yang datang menjemputku dengan
kuda putihnya menuju istananya, tapi ia yang datang menggenggam
tanganku, lalu berjalan kaki bersama menuju istana kami. Karena aku
ingin selalu ada disetiap langkahnya menuju kesuksesan, jatuh bersama
dan bangkit bersama. Bukan asal terima jadi apa yang sudah ia miliki.
Dan yang terakhir, bisa dibilang kriteria paling
konyol. Seperti impian seorang gadis kecil yang kelak ketika ia dewasa
ingin menikah dengan seorang pangeran kerajaan. Ya, aku juga punya mimpi
seperti itu. Tapi bukan seorang pangeran kerajaan, melainkan seorang
programmar. Sewaktu aku kelas 3 SMP, aku pernah bercita-cita menjadi
seorang ahli IT yang mampu membuat software komputer, namun di tengah
jalan layaknya seorang ABG labil yang emosinya sering naik turun,
cita-citaku berubah, aku ingin menjadi seorang guru bahasa Inggris. Tapi
keinginanku untuk membuat software komputer itu tak pernah padam, jadi
menurutku jalan terbaik adalah kelak aku menikah dengan seorang
programmar. Aku dan suamiku nantinya akan membuat sebuah aplikasi
interaktif untuk mempermudah anak belajar bahasa Inggris. Jadi itu
gabungan dari dua bidang kami. Suamiku kelak adalah ahli ITnya dan aku
adalah ahli bahasa Inggrisnya.
Begitulah impian sederhanaku tentang jodoh. Memang semua sudah digariskan oleh Allah SWT,
tapi tak ada salahnya jika kita terus berharap dan berdoa semoga kita
semua bisa mendapatkan jodoh seperti apa yang kita dambakan selama ini,
aamiiin ya robbal alamin.
Postingan ini diikutsertakan dalam giveaway oleh
@AlamGuntur